LSM Trinusa DPD Provinsi Lampung Soroti Dugaan Ketidakwajaran LHKPN Kabid Gedung Perlengkapan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung

Lampung,RNN – LSM Triga Nusantara Indonesia (Trinusa) DPD Provinsi Lampung menyoroti dugaan ketidakwajaran dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan oleh Abdillah Makhmud, Kepala Bidang Gedung dan Perlengkapan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung. Anomali yang terungkap dalam laporan tersebut menimbulkan kecurigaan adanya manipulasi aset dan potensi penyimpangan keuangan.

 

Berdasarkan perbandingan LHKPN yang dilaporkan pada 31 Desember 2022 dan 31 Desember 2024, sejumlah kejanggalan ditemukan, terutama terkait kepemilikan aset tanah dan kendaraan. Berikut adalah beberapa poin yang mencurigakan:

 

1. Tanah yang ‘Hilang’ dan ‘Muncul’

Pada LHKPN tahun 2022, Abdillah melaporkan kepemilikan tanah dan bangunan di Lampung Selatan senilai Rp 300 juta. Namun, dalam laporan tahun 2024, aset tersebut tiba-tiba menghilang dan digantikan dengan tanah baru bernilai Rp 350 juta Tidak ada penjelasan mengenai apakah tanah sebelumnya dijual atau dialihkan melalui transaksi lain. Pola seperti ini sering kali dikaitkan dengan upaya penyamaran aset untuk menghindari deteksi aliran dana yang tidak sah.

 

2. Keanehan pada Kepemilikan Mobil

Perubahan yang paling mencolok terjadi pada kepemilikan kendaraan. Pada tahun 2022, Abdillah tercatat memiliki Daihatsu Terios dan Toyota Innova V AT dengan total nilai Rp 465 juta Namun, dalam laporan 2024, kedua kendaraan tersebut **menghilang dari daftar aset, seolah-olah telah dijual atau dihibahkan. Yang mencurigakan, muncul kembali dua kendaraan dengan merek dan tipe yang sama, tetapi dengan nilai yang berbeda, yaitu Rp 430 juta.

 

Kejanggalan ini menimbulkan pertanyaan besar: **Apakah kendaraan sebelumnya benar-benar dijual? Jika ya, ke mana aliran dana dari penjualan tersebut? Mengapa kendaraan yang sama muncul kembali dengan nilai yang berbeda.

 

3. Lonjakan Utang Tanpa Kejelasan

Selain itu, jumlah utang Abdillah mengalami peningkatan drastis sebesar 51%, dari Rp 100 juta pada 2022 menjadi Rp 151 juta pada 2024 Tidak ada rincian mengenai sumber utang tersebut, apakah berasal dari pinjaman bank atau transaksi lainnya. Lonjakan utang seperti ini sering kali menjadi indikasi adanya skema pencucian uang atau pembiayaan untuk aset yang tidak dilaporkan.

 

4. Total Kekayaan Justru Berkurang

Meskipun terjadi mutasi aset yang tidak wajar, total harta kekayaan Abdillah justru mengalami penurunan sebesar 5,30%, dari Rp 665,8 juta di 2022 menjadi Rp 630,5 juta di 2024. Hal ini dianggap tidak lazim, mengingat posisinya sebagai pejabat di dinas pendidikan yang seharusnya memiliki pendapatan stabil dan berpotensi bertambah seiring waktu.

 

Dugaan Penyimpangan dan Potensi Korupsi

Laporan LHKPN ini mengindikasikan adanya **manipulasi aset atau transaksi keuangan yang tidak transparan Skema seperti ini sering kali ditemukan dalam praktik penyamaran kekayaan untuk menghindari audit dan investigasi lebih lanjut,

 

LSM Trinusa mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Inspektorat, serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit mendalam terhadap sumber kekayaan dan transaksi yang dilakukan oleh Abdillah Makhmud. Jika ditemukan indikasi ketidakwajaran, maka perlu ada tindakan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Tuntutan Transparansi dan Penegakan Hukum,

Sebagai pejabat publik, Abdillah Makhmud wajib memberikan klarifikasi atas **mutasi aset yang mencurigakan terutama dalam kepemilikan tanah dan kendaraan yang tidak konsisten. Masyarakat juga berhak mengetahui bagaimana seorang pejabat di tingkat dinas pendidikan dapat memiliki skema keuangan yang sedemikian kompleks.

 

LSM Trinusa mendesak pihak berwenang untuk segera **membuka penyelidikan dan memeriksa semua dokumen keuangan, transaksi aset, serta kemungkinan adanya aliran dana yang tidak sah Jika terbukti ada penyimpangan, maka hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu

 

Pemberantasan korupsi bukan sekadar retorika, tetapi harus menjadi aksi nyata. Masyarakat menunggu jawaban konkret dari aparat penegak hukum: apakah mereka akan bertindak tegas, atau justru membiarkan skandal ini berlalu begitu saja.(red/tim)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *