Opini Publik
Surabaya, RNN – (26 Januari 2025) Dengan Viral nya kasus pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di wilayah Tangerang yang yang sudah berbentuk SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) yang dikeluarkan Oleh ATR/BPN sangat menuai kontroversi Nasional.
Belum berhasil mengungkap siapa pemiliknya, pagar laut di Tangerang sudah memunculkan polemik baru yaitu baru-baru ini diketahui ternyata telah memiliki alas hak. Hal itu bermula dari hasil temuan masyarakat yang mengakses situs BHUMI ATR/BPN dan mengunggahnya di media sosial. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, pun telah mengonfirmasi bahwa area pagar laut di Tangerang sudah memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM).
Dalam keterangannya Nusron mengaku telah melakukan penelusuran awal bahwa di lokasi tersebut telah terbit sebanyak 263 bidang, yang terdiri dari 234 bidang SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, 9 bidang atas nama perseorangan. Selain itu, ditemukan juga 17 bidang sertifikat hak milik (SHM) di kawasan tersebut.
Dari keterangan diatas bagaimana mungkin Laut yang adalah Publik Domain ( Hak Milik Rakyat Indonesia ) bisa di SHGB ataupun SHM yang areanya adalah Laut dan sangat mencengangkan, pihak ATR/BPN yang mempunyai otorisasi mengeluarkan SERTIFIKAT TANAH tersebut dalam ranah Pertanahan Negara berani mengabsahkan Area Laut dan Bukan area Tanah untuk di miliki atau digunakan oleh perorangan ataupun Institusi Swasta.
Hal ini sangat sangat harus jadi perhatian tentang keterbukaan ATR/BPN diseluruh Indonesia khususnya Institusi Pemerintah di Tingkat II Pemda/Pemkot, yang sangat mungkin sangat banyak kasus kasus kepemilikan Laut oleh Perorangan dan Institusi, Hal ini sangat bertentangan dengan Undang Undang No. 32 Tahun 2014 dan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertera dalam pasal 33 ayat 3. Juga sesuai dengan Vonis MK No. 3/PUU-VIII/2010 dan UU No. 1 Thn 2014 jelas ” Melarang pengusahaan perairan pesisir untuk swasta ataupun perorangan”.
Sehingga dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, itu tidak boleh menjadi privat properti. Maka itu, ini tidak bisa disertifikasi dan memandang sertifikat tersebut yang di ada dalam kasus diatas adalah cacat prosedur dan cacat material dan menggagalkan SHM dan SHGB di pesisir pantai utara dan laut di wilayah Kabupaten Tangerang.
Selain itu tak hanya di Tangerang, puluhan hektar lahan laut di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep Jawa Timur, seluas kurang lebih 20 Hektar bersertifikat perorangan yang menurut informasi masyarakat akan di reklamasi untuk lahan Tambak Garam.
Di Bekasi juga terjadi Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, menyoroti tentang terbitnya sertifikat di laut Paljaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan pagar laut di Sidoarjo, Jawa Timur. Anehnya, pagar laut ini ternyata memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektare di perairan Kecamatan Sedati, Sidoarjo.
Akhirnya kasus Pagar Laut Tangerang bisa dijadikan contoh dan acuan terhadap pantai dan laut yang banyak di Sertifikasi Tanahnya oleh pemohon pemohon dari perorangan dan Institusi swasta, yang dengan hanya syarat syarat Formil dengan mudahnya ATR/BPN Kabupaten/Kota mengeluarkan Sertifikat Tanah tersebut tanpa memverifikasi secara detil dan langsung terutama syarat syarat Materiil, mana yang area tanah dan mana yang area laut, yang akan dimohon untuk dijadikan Sertifikat Tanah oleh perorangan ataupun institusi Swasta.
PENULIS
Nurul Alim ( Pimpinan Redaksi RNN, Wakil Pimpinan Redaksi Tinta Global, Praktisi Hukum Adil Paramarta LawFIRM Surabaya dan Praktisi IT )